Ketika lebaran datang, maka silaturahmi pun menjadi sebuah keharusan bagi hampir seluruh masyarakat kita yang merayakannya. Dan ada tradisi yang selalu dilakukan oleh mereka yang berada jauh dari keluarga untuk berkunjung di saat lebaran, yaitu mudik atau pulang kampung. Hal itu juga saya lakukan bersama orang tua dan saudara kali ini. Kami mengendarai mobil untuk mudik.
Lalu lintas saat itu cukup padat. Para pemudiklah yang memadati sepanjang jalan, karena saat itu adalah hari kedua setelah hari raya. Perhatian saya tidak pernah lepas dari para pengendara sepeda motor yang melintas di samping kiri dan kanan mobil kami. Mereka tiada habisnya. Hampir selalu ada di sepanjang jalan yang saya lalui dalam perjalanan. Saya teringat laporan di televisi dan surat kabar bahwa pemudik dengan sepeda motor tahun ini jumlahnya memang meningkat. Dan ternyata memang benar. Selama perjalanan itu, saya memotret pemudik-pemudik tersebut dari dalam mobil.
Walaupun saya berada di dalam mobil ber-AC, tapi saat mengamati para pemudik tersebut seakan-akan saya juga merasakan teriknya matahari yang sedang berada tepat di atas kepala. Ya, saya dulu juga pernah mengalami seperti itu biarpun hanya tiga jam perjalanan. Mudik bersepeda motor. Selain kepanasan, asap kendaraan yang berterbangan bebas di jalanan juga pasti mampir masuk paru-paru. Tidak jarang punggung dan pergelangan tangan terasa pegal-pegal, pantat terasa panas, atau bahkan pusing kepala. Tapi keluhan-keluhan seperti itu tidak terasa ketika sedang ngebut memacu adrenalin dan ketika menyadari bahwa banyak pengendara lain juga merasakan hal yang sama.
Para pemudik tersebut tampak serupa dengan penanda-penanda yang melekat pada dirinya, sehingga memudahkan identifikasi siapa mereka. Helm berkaca hitam atau kacamata, masker di wajah, jaket atau pakaian berlengan panjang untuk mencegah dinginnya malam dan sengatan matahari di waktu siang, tas besar atau bawaan yang banyak, tidak jarang anak mereka yang masih kecil pun ikut serta. Ada juga beberapa pengendara sepeda motor yang tidak benar-benar mudik. Mereka hanya berkunjung ke tempat saudara di kampung sebelah yang tidak jauh dari rumahnya. 'Pemudik' ini biasanya berpakaian lebih rapi dan tidak membawa banyak bawaan. Mereka memakai 'busana sopan' yang terkesan sedikit formal untuk menjaga kesopanan ketika bertamu. Batik, setelan baju muslim, peci/kopiah, jilbab, beberapa tidak memakai helm ketika berkendara.
Lalu lintas saat itu cukup padat. Para pemudiklah yang memadati sepanjang jalan, karena saat itu adalah hari kedua setelah hari raya. Perhatian saya tidak pernah lepas dari para pengendara sepeda motor yang melintas di samping kiri dan kanan mobil kami. Mereka tiada habisnya. Hampir selalu ada di sepanjang jalan yang saya lalui dalam perjalanan. Saya teringat laporan di televisi dan surat kabar bahwa pemudik dengan sepeda motor tahun ini jumlahnya memang meningkat. Dan ternyata memang benar. Selama perjalanan itu, saya memotret pemudik-pemudik tersebut dari dalam mobil.
Walaupun saya berada di dalam mobil ber-AC, tapi saat mengamati para pemudik tersebut seakan-akan saya juga merasakan teriknya matahari yang sedang berada tepat di atas kepala. Ya, saya dulu juga pernah mengalami seperti itu biarpun hanya tiga jam perjalanan. Mudik bersepeda motor. Selain kepanasan, asap kendaraan yang berterbangan bebas di jalanan juga pasti mampir masuk paru-paru. Tidak jarang punggung dan pergelangan tangan terasa pegal-pegal, pantat terasa panas, atau bahkan pusing kepala. Tapi keluhan-keluhan seperti itu tidak terasa ketika sedang ngebut memacu adrenalin dan ketika menyadari bahwa banyak pengendara lain juga merasakan hal yang sama.
Para pemudik tersebut tampak serupa dengan penanda-penanda yang melekat pada dirinya, sehingga memudahkan identifikasi siapa mereka. Helm berkaca hitam atau kacamata, masker di wajah, jaket atau pakaian berlengan panjang untuk mencegah dinginnya malam dan sengatan matahari di waktu siang, tas besar atau bawaan yang banyak, tidak jarang anak mereka yang masih kecil pun ikut serta. Ada juga beberapa pengendara sepeda motor yang tidak benar-benar mudik. Mereka hanya berkunjung ke tempat saudara di kampung sebelah yang tidak jauh dari rumahnya. 'Pemudik' ini biasanya berpakaian lebih rapi dan tidak membawa banyak bawaan. Mereka memakai 'busana sopan' yang terkesan sedikit formal untuk menjaga kesopanan ketika bertamu. Batik, setelan baju muslim, peci/kopiah, jilbab, beberapa tidak memakai helm ketika berkendara.
1 comments:
siiippp ide nya gan
Post a Comment